Post Info TOPIC: Fakta berdasarkan pemantauan our tim
Tuah Ilham

Date:
Fakta berdasarkan pemantauan our tim
Permalink   


berdasar kan pemantauan tim kami selama hari ke dua setelah stunami meluluh lantakkan pesisir aceh dan kami melakukan pemantauan di sana selama seminggu. dan berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh tim kami, relawan yang actif membantu orang aceh adalah orang non muslem(AS, BRITISH,AUSTRALIA AUSTRIA,KOREA,JAPAN,CHINA,DLL) dan kami tidak pernah sekalipun berjumpa dngan relawan relawan dari timteng. dalam arti lain mereka sangat terlambat dalam membantu masyarakat aceh. mmemang lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
sekian



__________________
Saiful bahri

Date:
Permalink   

yang anda katakan kalau anda liat dari satu sisi anda memang benar,tapi alangkah baiknya kalau anda menilik dari segenap sisi krn bantuan tidak berupa sukarelawan yang berupa turun ke lapangan dan membagi sembako dan sebagainya melainkan sebaliknya.

__________________
ir-ones

Date:
Permalink   

salam,

Memang saat˛ darurat seperti ini di aceh sulit sekali memantau dan
memberikan nilai yang bener pada satu objek tertentu. terkadang satu
media memuat berita lain dengan apa yang terjadi dilapangan dan juga
bisa sebaliknya contohnya "

Bahwa pemerintah Israel telah memberikan bantuan sebanyak Rp.4,05
milliyar ($.450.000) dan telah berhasil mendaratkan bantuan tersebut
via pulau batam tanggal 12 January 2005 tapi pemerintah RI menyangkal
adanya bantuan dari Israel dan mengatakan bahwa RI tidak pernah
memberikan flight clearence bagi israel untuk mendarat di Indonesia.
(bahkan RI tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel).

Mengenai bantuan dari TIMTENG memang ada (menurut media
international, CNN,BBC bahkan munkin juga dimuat dalam media national
di Indo) bahwa Negara-negara Arab merupakan pemberi bantuan terbesar
untuk korban gempa dan tsunami Aceh dan Sumatera Utara dengan total
bantuan US$ 832 juta tunai tanpa syarat. Pemerintah Saudia Arabia
menyumbang sebesar US$ 530 juta terdiri dari
bantuan hibah dari Khadimul Haramain Al Syarifain Raja Fahd bin Abdul
Azis sebanyak US$ 30 juta, bantuan hibah dari masyarakat Arab Saudi
sebesar US$ 250 juta, bantuan tanggap darurat senilai US$ 250 juta.
dan juga berupaya akan membantu lebih banyak lagi.(baca"
http://www.arabnews.com/?
page=1§ion=0&article=57496&d=14&m=1&y=2005)

Dan juga bantuan dari Negara Republik Algeria menyumbang US$ 2 juta
dan negara-negara Islam yang tergabung dalam IDB (Bank Pembangunan
Islam) memberikan hibah US$ 300 juta.

Pesimisnya pemerintah indonesia malah berbalik saat ini kepada PBB
(UN) yang menyatakan bahwa mereka bersedia menjadi organizer untuk
penanggulangan bantuan untuk bencana tsunami ini tapi mereka meminta
jatah atau upah (fees)sebanyak USD 350 juta(Rp 3,15 triliun). wow....
hal ini dibocorkan oleh (Mensesneg) Yusril Ihza Mahendra dalam jumpa
pressnya.(baca" http://www.jawapos.com/index.php?act=detail&id=4347).
namun pihak PBB telah membantah pernyataan tersebut, menyatakan bahwa
mereka tidak pernah meminta bayaran untuk penanggulangan ini
(Margareta Wahlstrom = utusan PBB sebagai koordinator bantuan
kemanusiaan untuk korban tsunami khusus Indonesia).

So what next news......!!!!! yang jelas setiap orang dimasa darurat
ini hanya bergantung dan percaya pada suara media, tapi ingat media
adalah 'sales'(penjual) dan pelanggannya adalah masyarakat seperti
kita...????? bagaimana realita di lapangan....tergantung kita yang
menilai sejauh mana kita bisa telusuri...jadi kalo baca berita jgn
tertumpu pada satu media ....cari perbandingan bener tidak
nya....selamat mencoba....!!!!!1

salam hangat,
wassalam,


__________________
Muhammad AR

Date:
Permalink   

Dunia Islam dituduh lamban mengulurkan bantuan kepada negara-negara yang tertimpa bencana Tsunami. Tapi Dunia Islam menjawab dengan bantuan nyata, bukan dalam bentuk utang ataupun propaganda.

Tak ada yang menyangka sebelumnya peristiwa itu akan terjadi. Dalam sekejap, gempa disusul badai tsunami telah meluluhlantakkan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan sebagian Sumatera Utara, 26 Desember 2004 lalu. Sejumlah negara lainnya seperti Sri Lanka, Malaysia, Thailand, Kepulauan Maldev, India dan Somalia juga mengalami nasib serupa.

Seperti Indonesia, dunia menangis. Ratusan ribu nyawa melayang. Berbagai kota di Serambi Makkah hancur total. Sedikitnya 11 Kabupaten di Aceh tidak berfungsi. Mayat bergelimpangan di mana-mana. Pada pekan awal, untuk mengevakuasi dan menguburkan korban saja susah. Kekhawatiran akan munculnya wabah penyakit menular menyelinap di lubuk hati warga.

Tangisan dan derita Muslim Aceh segera terdengar oleh Dunia Islam, langsung ke jantung Kota Suci Makkah, di tengah doa kaum Muslimin yang tengah menunaikan ibadah haji. Kegembiraan jamaah haji yang berasal dari wilayah-wilayah yang terkena gempa segera berganti dengan kesedihan, tak tahu nasib sanak-keluarga mereka.

Raja Fahd bin Abdul Aziz dari Arab Saudi langsung merogoh kocek pribadinya sebesar 20 juta riyal Saudi. Disusul Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Abdullah bin Abdul Aziz dan Menteri Pertahanan Saudi Pangeran Sulthan bin Abdul Aziz masing-masing sebesar 10 juta riyal Saudi dan 5 juta riyal Saudi. Selain itu, Pangeran Walid bin Thalal, bangsawan sekaligus miliarder Saudi menyumbang 70 juta riyal dari kocek pribadinya. Dengan rincian, 15 juta uang tunai, satu juta set pakaian dan tiga ribu tenda senilai 55 juta riyal.

Tak hanya itu, sebuah penggalangan dana terbesar di dunia pun dilakukan pada Kamis hingga Jumat dini hari (6-7/1) waktu setempat. Penggalangan dana itu melibatkan sejumlah ulama dan disiarkan langsung oleh stasiun televisi Arab Saudi. “Kita lebih berhak membantu saudara-saudara kita di Indonesia negara Muslim terbesar di dunia...,” ujar Syekh Abdullah, salah seorang ulama setempat. “Indonesia yang paling parah akibat tsunami,” ujarnya menambahkan.

Hasilnya, hanya dalam beberapa jam, sekitar pukul 23.45 waktu setempat atau Jum’at pagi WIB, jumlah uang tunai yang terkumpul telah mencapai lebih dari 242 juta riyal atau sekitar Rp 593 miliar. Jumlah itu bisa melonjak cepat, karena pada pukul 23.00 uang yang terkumpul sekitar 129 juta riyal. Tidak sampai satu jam kemudian, jumlah sumbangan telah mencapai lebih dari 242 juta riyal. Sampai dengan pukul 03.00 dini hari (Jumat 7/1), sebagaimana disebutkan penjelasan pers kedutaan Arab Saudi di Jakarta, sumbangan rakyat Arab Saudi mencapai lebih dari 100 juta dolar Amerika atau 308.980.144 riyal Saudi.

“Kita ingin buktikan bahwa sangkaan media Barat bahwa umat Islam enggan membantu saudaranya yang ditimpa musibah adalah tidak benar...,” ujar Syekh Abdullah.

“Kita buktikan di lapangan bahwa Islam bukan teroris seperti yang difitnahkan....” Ia menambahkan, seandainya lembaga-lembaga donor Islam tidak terjepit akibat fitnah terorisme, mereka lebih dulu tiba di lokasi bencana dibanding negara-negara Barat.

Seorang ulama lainnya menambahkan, “Apakah dengan pemandangan seperti ini kita masih dituding sebagai teroris?! Kita menggalang dana untuk semua korban tanpa pandang agama, ras dan bangsa. Inilah ajaran Islam yang cinta damai dan kasih sayang sesama anak Adam.”

Selain penggalangan dana secara sukarela ini, pemerintah Saudi menyumbangkan 30 juta dolar AS untuk korban Tsunami. Sebanyak 10 juta dolar telah dibagikan kepada pihak yang menyalurkan.

Sebelumnya, Bank Pembangunan Islam (IDB) telah menyediakan bantuan 10 juta dolar AS yang bersifat segera (3/1). Selain itu, lembaga Islam yang bermarkas di Jeddah, Arab Saudi ini, telah mengirim utusan ke wilayah yang terkena gempa untuk membagikan bantuan. Ahad pekan lalu, IDB juga telah menyetujui bantuan darurat sebesar 500 juta dolar AS. Dari dana itu, minimal 400 juta dolar AS akan diberikan kepada Indonesia.

Pada saat yang sama, Lembaga Donor Islam Internasional (IIRO) yang juga bermarkas di Jeddah telah menyatakan akan mengirimkan bantuan senilai 2 juta riyal Saudi. Lembaga otonom Rabithah Alam Islami ini telah memulai pengiriman bantuannya ke Indonesia dan Sri Lanka pada 5 Januari lalu.

Selain itu, WAMY (World Asssembly of Moslem Youth) yang bermarkas di Riyadh juga telah mengirimkan dana taktis sebesar 300 ribu riyal atau sekitar 80 ribu dolar Amerika untuk korban gempa. WAMY juga membuka proyek pemotongan 40 ribu hewan qurban yang akan dibagikan kepada fakir miskin dan korban gempa di Asia Tenggara, selain di Palestina, Irak, Darfur dan negara-negara di Asia Tengah.

Sekjen Organisasi Konferensi Islam (OKI) Akmaluddin Ihsan Ogli juga telah menyerukan, Ahad (2/1), kepada negara-negara anggotanya dan lembaga kemanusiaan dunia untuk menolong korban gempa Tsunami.

Bulan Sabit Merah Uni Emirat Arab juga mengirimkan bantuan pangan dan keuangan kepada Indonesia, Sri Lanka, India dan Bangladesh. Selain itu, Petrominyak Kuwait menjanjikan bantuan cuma-cuma sebesar 2 juta dolar. Dan Yordania menyediakan rumah sakit bergerak (mobile clinic) untuk kepulauan Maldev.

Semaraknya bantuan ini, menurut para pengamat sebagaimana dikutip Islamonline, belum seberapa. Dana yang terkumpul ini relatif sedikit dibandingkan sebelum fitnah terorisme menyebar. Ternyata, bantuan dunia Islam terlihat nyata

kita selaku umat islam,tidak seharusnya memojokkan islam,tampa fakta yang kongkrit,seperti yang dilakukan oleh yang non islam,mari kita lihat islam karena kalau bukan kita (umat islam) siapa lagi ??


salam hangat,walaupun disini lagi musim dingin, hehehe....

muhammad .bin Abdurrahman (M.Ar


__________________
Syawaluddin

Date:
Permalink   

Membangun Kembali Aceh

Seluruh kawasan pantai tampak gersang. Tak satu pun yang menunjukkan bekas desa-desa pernah ada dua minggu lalu sebelum tsunami menghempas

Saya belum mengunjungi Aceh sebelum bencana tersebut, sehingga saya tidak memiliki bayangan untuk membandingkan situasi sebelum dan sesudahnya. Namun, di antara logam-logam peyot belit-membelit dan batu bata terserak berantakan, ada tanda-tanda pernah ada kehidupan di situ: foto keluarga, pakaian, kepala mungil boneka teddy beruang berwarna kuning. Di atas karang, seseorang telah meletakkan sendok dan keajaiban adanya piring-piring porselen utuh, memancarkan harapan bahwa pemiliknya kelak suatu hari akan kembali. Tampak di depan mata, di jalan menuju ke pantai ada sebuah rumah merah muda yang dinding-dindingnya dengan alasan tertentu berupaya untuk menahan tekanan gelombang raksasa menerjang masuk dan kemudian serentak menyeret seluruh rumah 50 meter jauhnya terlepas dari fundasinya. Pintunya raib entah ke mana. Kami memasuki lubang besar yang menganga di tembok dalam upaya untuk berada lebih dekat kepada kedahsyatan kekuatan bencana tersebut. Ketikat meihat ke sekeliling, saya melihat tulisan di dinding: “Jangan mengganggu. Rumah ini ada yang punya”. Saya senang dengan tulisan dinding tersebut.

Ketika memasuki penampungan pengungsi di sebuah sekolah di atas bukit, saya diberitahu oleh seorang pengungsi bahwa penduduk di desanya semula ada 6.000 jiwa, kini hanya tersisa 600 orang. Isteri dan kedua anaknya tidak termasuk yang selamat. Saat gempa dan gelombang besar menggulung, ia ada di sawah bersama dengan banyak petani lainnya. Tanpa pikir panjang, ia berupaya secepat mungkin mencapai daerah yang tinggi. Sementara itu, kebanyakan wanita dan anak-anak terjilat ombak raksasa di rumah-rumah mereka. Itulah sebabnya sebagian besar yang terlihat melenggang di kamp-kamp adalah kaum pria, ia menunjuk mereka dengan telunjuknya. Para pengungsi sudah diberi perawatan kesehatan dan bantuan makanan. Saya pun bertanya kepadanya mengenai apa yang akan ia perbuat selanjutnya. “Apa yang bisa saya lakukan selain duduk dan menunggu? Saya tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Rumah kami sudah musnah. Seluruh keluarga saya pun lenyap. Seluruh perlengkapan dan sawah saya tak sedikit pun tersisa. Memang beberapa dari kami siap untuk kembali, tetapi wanita-wanita masih trauma: trauma terhadap gempa, air laut dan hantu-hantu gentayangan.”

Hari berlalu berganti minggu sejak tsunami menerkam serambi Mekah. Fase darurat di Banda Aceh pun berangsur-angsur berakhir. Sangat dibutuhkan naungan dan kakus yang memadai. Vaksinasi dibutuhkan untuk mencegah epidemi yang mulai menyebar. Sistem distribusi makanan masih belum lancar, khususnya bagi kamp-kamp kecil dan para pengungsi yang mencari naungan bersama dengan keluarga dan teman-temannya. Namun demikian, penilaian harus dilakukan untuk menentukan langkah-langkah membawa kembali ke hidup normal bagi setengah juta pengungsi di legala penjuru Aceh, Sumatra Utara dan Jakarta. Apa yang diperlukan oleh para pengungsi untuk mengembalikan lagi kehidupan di sana? Bagaimana caranya memberikan bantuan psikososial untuk menanggulangi trauma dan kehilangan yang diderita penduduk? Bagaimana membesarkan hati para korban untuk bertahan hidup? Dan yang penting bagaimana caranya untuk bisa melibatkan mereka dalam membangun kembali komunitas supaya pengungsian tidak berlangsung dalam jangka waktu lama?

Pertanyaan akhir diajukan khususnya mengenai operasi darurat yang sampai sejauh ini dilaksanakan oleh badan-badan internasional dan pemerintah pusat Indonesia. Operasi untuk membangun kembali Aceh harus berakar kuat dalam budaya dan adat istiadat setempat. Relawan dengan maksud baik mereka untuk memberi pertolongan membutuhkan gambaran yang jelas mengenai kehidupan setempat untuk menunaikan misi sesuai dengan prinsip “do no harms” Selanjutnya, penting sekali untuk membiarkan orang-orang Aceh sendiri menentukan proses ke depan. JRS Indonesia telah ada di Aceh sejak 2001 dan telah menjalin ikatan erat dengan organisasi-organisasi setempat. Warga sipil melakukan pekerjaan mereka secara luar biasa. Penduduk kehilangan keluarga dan teman. Kantor-kantor dan harta benda musnah. Namun demikian, dengan antusias warga masyarakat akan memainkan peranan penting dalam membangun kembali Aceh. JRS menawarkan tempat pertemuan, 24 jam sambungan internet dan transportasi logistik kepada organisasi-organisasi setempat dalam membantu mereka sebagai pelaku utama dalam karya ke depan.



Syawaluddin,



__________________
Page 1 of 1  sorted by
 
Tweet this page Post to Digg Post to Del.icio.us


Create your own FREE Forum
Report Abuse
Powered by ActiveBoard