Post Info TOPIC: Ikut Tahun Baru, Apa Hukumnya ?
Hidayatullah

Date:
Ikut Tahun Baru, Apa Hukumnya ?
Permalink   


Seorang anak bertanya pada ibunya, Ma, boleh gak ikut rayakan tahun baru!! Pertanyaan polos keluar dari mulut seorang anak yang baru kenal dunia, Apa yang harus dijawab sang ibu, saat itu teman-temannya juga merayaknnya dengan meriah..

Sobat muda muslim, gejala yang umum ditampakkan oleh masyarakat kita menjelang berakhirnya tahun masehi adalah maraknya pesta penyambutan tahun baru. Semua kalangan merayakannya dengan penuh suka cita. Adik-adik kita, ponakan, paman-bibi, ayah-ibu, kakek-nenek, pokoknya semua merasa kudu merayakan tahun baru. Heboh sekali tuh! Acara seakan ‘wajib' di malam tahun baru seperti arak-arakkan di jalan raya; baik jalan kaki maupun pakai kendaraan bermotor, tiup terompet, dan pesta kembang api udah biasa digelar.

Di malam itu, yang ada adalah kita dan kesenangan. Semua larut dalam gempitanya perayaan tahun baru. Para biduan dangdut ibukota juga menuai untung di malam itu. Ikut merayakan bergantinya tahun dengan menghibur masyarakat lewat tarikan suara dan aksi jogetnya yang bikin jantung kaum Adam deg-deg plas! dunia ini kayak bergetar hebat di malam tahun baru itu. Selain aksi ‘gila-gilaan' di malam tahun baru, ada juga yang menyambut tahun baru dengan segudang agenda. Mulai agenda yang baik, agak baik, sampai yang miskin manfaat, bahkan menyesatkan. Para desainer udah gembar-gembor dua bulan sebelum berakhirnya tahun ini. Mereka membuat model pakaian yang bakalan tren di tahun depan, juga mereka-reka kira-kira model rambut yang kayak gimana yang bisa jadi tren di tahun depan. Para produsen kosmetika juga gencar memamerkan seni tatarias wajah yang oke punya, tentu dengan dukungan kosmetik yang dibuatnya. Selain para desainer dan produsen kosmetika, yang ikutan heboh kalo menyambut tahun baru begini adalah para dukun dan tukang ramal. Jampi dan mantera mereka dipercaya sebagian besar masyarakat ampuh untuk bekal di tahun depan.

Ramalan via kartu tarot, teropong lewat bola kristal, atau cuma dengan melihat garis-garis di telapak tangan langsung kebaca sama para normal perjalanan nasib pasiennya itu. Lengkap dengan trik dan tips kalo terjadi sesuatu di kemudian hari. Para dukun juga siap mengawal pasien mereka yang meminta tolong kepadanya. Dikerahkanlah seluruh lelembut dari bangsa jin untuk menjadi bodyguardnya. Harapannya, tahun depan keberuntungan selalu menyertainya atas bantuan sang dukun. bukankah itu musyrik!! Belum lagi paranormal yang sok tahu dengan pernyataan tentang masa depan negeri ini dan juga kondisi beberapa negara.

Wah, ada-ada aja ya? Aneh bin ajaib emang. Celakanya, banyak yang percaya sama bualannya sang para-normal. Kalo pun mau kan harus-nya pada mulai mikirin gimana masa depan kita. Ini malah kebalik, masa depan mah gimana nanti aja. Hih, amit-amit, pantesan jalan di tempat aja. Kita kan nggak tahu nasib kita di masa depan ya? Itu sebabnya, melakukan yang terbaik itu musti digeber abis-habis-habisan sebisa mungkin dan secepat mungkin. Biar tidak menyesal di kemudian hari. Jangan sampai baru sadar kalo ajal udah menjemput kita. Lagian, kita nggak tahu kan kalo ajal bakalan datang cepat atau lambat. betul nggak? Dan bagaimana sih hukumnya ngerayain tahun baru masehi, dan bagaimana sikap kita seharusnya dalam memanfaatkan waktu ini? Gimana juga biar nggak tergoda dengan tren-tren yang nggak benar?

Jangan latah ikutan heboh
Merayakan tahun baru nggak diajarin sama Islam. Apalagi dengan cara-cara yang berbumbu maksiat. Itu artinya, perayaan tahun baru adalah budaya khas di luar Islam. Bukan berasal dari Islam!

Umat Islam oleh Rasulullah tidak diajarkan sama sekali menyambut tahun baru. Nggak sama sekali. Lagian emang penentuan dan penanggalan tahun hijriah sendiri jauh setelah Rasulullah saw. wafat. Dan para sahabat pun tidak pernah merayakannya.

Awal perhitungan tahun yang didasarkan peristiwa Hijrah dimulai pada tahun 17 Hijriyah (H), atau 7 tahun sesudah wafatnya Nabi Muhammad saw. Tepatnya, terjadi waktu zaman pemerintahan Khalifah Umar bin Khathab. Menurut salah satu riwayat, yang mendorong perhitungan tahun ini adalah adanya surat dari Abu Musa al-Asyari, amir alias gubernur di Basrah kepada Khalifah Umar bin Khattab, bahwa ia menerima surat dari Khalifah yang tidak bertarikh tahun dan hal ini menimbulkan kesulitan. Pada pembahasan mengenai soal perhi-tungan tahun terse-but, terdapat beberapa alternatif yang muncul. Ada yang menawarkan tahun kelahiran Rasulullah, tarikh kebangkitannya menjadi Rasul, dan ada pula yang manawarkan patokannya berdasarkan tahun wafat Nabi. Diperoleh keterangan, Dr. Hasan Ibrahim Hasan dalam Zu'amaul Islam (1953) pernah melukiskan, bahwa pada suatu hari Khalifah Umar bin Khathab memanggil dewan permusyawaratan untuk membicarakan perihal sistem penanggalan. Dalam kesempatan itu, Ali bin Ali Thalib mengusulkan agar penanggalan Islam dimulai sejak peristiwa hijrah ke Madinah sebagai momentum saat ditinggalkannya bumi musyrik.

Usulan itu diterima sidang. Khalifah Umar pun menerima keputusan dan mengumumkan berlakunya Tahun Hijriyah. Sebenarnya, Hijrah Nabi sendiri pada Kamis akhir bulan Safar, dan keluar dari tempat persembunyiannya di Gua Thur pada awal bulan Rabiul Awal, yaitu Senin 13 September tahun 622 Masehi. Tetapi Umar serta sahabat-sahabatnya setuju memulai tarikh Hijrah dari bulan Muharram tahun itu karena Muharram merupakan bulan yang mula-mula Nabi berencana berhijrah dan bulan selesainya mengerjakan ibadah haji.

Jadi nggak ada keterangan bahwa Nabi mengajarkan perayaan tahun baru hijriah sekalipun, apalagi menyuruh merayakan tahun baru masehi. Kita aja yang latah sama budaya selain Islam.

Sekadar info, perayaan tahun baru ini adalah biasa dilakukan oleh umat agama lain. Misalnya kaum Yahudi, mereka juga punya tahun baru dalam penanggalan mereka. Nah, setiap mereka masuk tahun baru Ros Sahanah, seluruh umat mereka di masa lalu menyam-butnya dengan pawai keliling kota sambil meniup terompet dan pesta semalam suntuk!

Terus, orang-orang Cina biasa merayakan tahun baru Imlek. Di masa lalu, mereka berharap kepada dewa mereka keberkahan. Nah, karena dalam mitos Cina biasanya kalo tahun baru mereka, selain kebaikan ada juga kejahatan yang dibawa setan. Itu sebabnya, mereka ikutan menyalakan petasan atau minimal nyala api (kini dimodifikasi dengan kembang api) sebagai simbol untuk mengusir setan. Nah, jadi kalo kita merayakan tahun baru, apalagi tahun baru masehi, maka itu jatuhnya maksiat. Hih, ati-ati deh. Jangan sampe kita latah ikutan heboh dengan budaya kaum di luar Islam. Apalagi kalo itu berkaitan erat dengan prosesi keagamaan mereka. Firman Allah Swt.: “Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu,” (QS al-Furqan [25]: 72) Cuma sayangnya, dengan penanggalan tahun masehi (menurut aturan Nashrani) yang digunakan secara internasional, kita jadi merasa lebih dekat banget dengan budayanya. Seolah-olah hal yang biasa. Maka dalam merayakannya pun kita yakin, bahwa teman-teman tuh nggak ngerti silsilahnya. Nah, kita ajak supaya mau meninggalkan budaya nggak benar ini. Jangan sampai saudara, family dan teman-teman tersesat kian jauh dari Islam. Firman Allah Swt.: “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (QS al-An'aam [6]: 116]

Waktu = alat ukur evaluasi diri
Sobat muda muslim, pergantian siang dan malam, pergantian hari demi hari, bulan demi bulan, bahkan tahun demi tahun, jadikan sebagai alat ukur untuk mengevaluasi kemajuan diri kita. Karena memang kita diajarkan untuk itu. Firman Allah Swt.: “Demi Waktu. Sesungguhnya manusia itu be-nar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang ber-iman dan menger-jakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya mentaati kebe-naran dan nasi-hat menasihati supaya menetapi kesabaran” ( QS al-Ashr [103] 1-3 ) Rasulullah saw bersabda: “Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang diberi panjang umur dan baik amalannya, dan sejelek-jeleknya manusia adalah orang yang diberi panjang umur dan jelek amalannya.” (HR. Ahmad) Orang yang pasti beruntung adalah orang yang mencari kebenaran, orang yang menga-malkan kebenaran, orang yang mendakwahkan kebenaran dan orang yang sabar dalam menegakan kebenaran.

Mengatur waktu dengan baik agar tidak sia-sia adalah dengan mengetahui dan memetakan, mana yang wajib, sunah, haram, mana yang makruh, dan mana yang mubah. Intinya kita taat hukum syara. Itu artinya perubahan waktu ini harusnya kita jadikan momentum (saat yang tepat) untuk mengevaluasi diri. Jangan malah hura-hura bergelimang kesenangan di malam tahun baru. Sudahlah merayakannya haram, eh, caranya maksiat pula. Waduuuh, apa itu nggak berlipat dosanya? Naudzubillahi min dzalik! Sobat muda muslim, ada dua hal yang bikin manusia tuh lupa diri. Rasulullah saw. bersabda: “Ada dua nikmat, dimana manusia banyak tertipu di dalamnya; kesehatan dan kesempatan.” (HR Bukhari) Tidak baik kalo kita menyesal seumur-umur akibat kita menzalimi diri sendiri. Sebab, kita nggak bakalan diberi kesempatan ulang untuk berbuat baik atau bertobat, bila kita udah meninggalkan dunia ini. Firman Allah Swt.: “Maka pada hari itu tidak bermanfaat (lagi) bagi orang-orang yang zalim permintaan uzur mereka, dan tidak pula mereka diberi kesem-patan bertaubat lagi.” (QS ar-Rűm [30]: 57)

Jadi, tidak usah kita ikutan heboh merayakan tahun baru masehi. Kita evaluasi diri, apa yang telah kita perbuat tahun lalu, dan tahun depan menuju perbaikan kita, karna umur semakin dekat dengan tanah. Dan itu dilakukan setiap hari biar lebih seru. Mari kita tingkatkan terus amal baik kita, jangan cuma menumpuk dosa. mulai sekarang. Are you ready?..


__________________
Page 1 of 1  sorted by
 
Tweet this page Post to Digg Post to Del.icio.us


Create your own FREE Forum
Report Abuse
Powered by ActiveBoard